Banner HIMA 2021

Santri; Antara Mencari dan Mengabdi

 

Gedung MTs. MASDA (Foto/Istimewa)

Oleh: Lailul Ilham & Amrozi*

Karena sedang pancaroba, pagi ini (11/11/2020), dua santri terlihat sedang bahu membahu membantu guru memperbaiki sebagian genteng sekolah yang rusak, supaya di musim penghujan kali ini atap sekolah tidak bocor dan tidak menggaggu proses kegiatan belajar mengajar santri.   

Sebenarnya aktivitas tersebut cukup problematis, sebab dimungkinkan mendapat respon publik yang beragam, sebagian menerima bahkan sebagian besar lainnya akan menolak dengan alasan berbeda. Sebagian mengganggap tindakan wajar dan sebagian lain melihat sebagai tindakan eksploitatif, termasuk tindakan berbahaya, tidak ada pengamanan (safety) yang cukup, serta alasan-alasan lain yang mungkin ditemukan.

Tulisan ini tidak bicara kemungkinan-kemungkinan tersebut, tapi lebih kepada bagaimana sebenarnya persepsi masyarakat madura pada umumnya terhdap identitas santri. Bagi masyarakat madura, santri tidak hanya didefinisikan sebagai seorang yang bergerak di sektor pengembangan pengetahuan tapi lebih dari itu santri diidentifikasi ke dalam dua fungsi, yaitu sebagai pencari (ilmu) dan sebagai pengabdi. Sehingga implikasi turunannya adalah aktivitas santri (di atas) dianggap sah sebab disandarkan pada posisi santri sebagai pengabdi, disamping kegiatan sehari-hari dimanfaatkan sebagai pencari ilmu.

Bentuk pengabdian itu beragam, sesuai kebutuhan/perintah ustadz serta sesuai kemampuan santri itu sendiri. Secara logis, bentuk pengabdian cenderung tidak sinergis dengan pengembangan keilmuan atau aktivitas pengabdian tidak sepenuhnya mendukung pengembangan potoensi keilmuan santri. Namun santri dan wali santri percaya bahwa bahwa mengabdi adalah jalur alternatif (bahkan jalur TOL) yang dapat ditempuh oleh santri untuk memperoleh keutamaan-keutamaan bahkan keutamaan ilmu itu sendiri.

Para wali santri tidak pernah khawatir jika anaknya rajin mengabdi karena itu tindakan yang tidak kalah membanggakan. Sebab dibalik pengabdian, beribu-ribu harapan orang tua dipanjatkan semoga anaknya kelak mendapat barokah dari para asatidz dan pesantrennya. Membahas “barokah” dalam persepsi masyarakat madura sebenarnya bicara suatu yang sudah final karena barokah adalah stadium akhir yang menentukan keberhasilan segala usaha manusia, termasuk dalam urusan kependidikan. Keutamaan barokah melebihi apapun, termasuk kemampuan intelektual bahkan entitas ilmu itu sendiri.

Selain belajar, mengabdi juga merupakan bagian integral dari proses pendidikan, sehingga keduanya mesti sama-sama dilakukan untuk memperoleh pengetahuan dan keberkahan. Berangkat dari pemahaman tersebut, jadi tidak semua tindakan santri di luar pendidikan mesti dipersalahkan, sama halnya dengan tidak semua tindakan guru kepada murid mesti dipersoalkan. Tindakan kriminalisasi terhadap guru atas dasar perlakukan tidak pantas itu sah, jika guru telah melanggar kode etik, hukum perundang-undangan, atau sistem norma yang lain. Namun juga tidak benar jika semua perlakuan dengan mudah dijadikan delik aduan, akhirnya itu hanya akan menciptakan ketakutan dan menciderai kebebasan tenaga pendidik.

Butuh pengetahuan dan kesadaran terkait hal tersebut untuk tetap menjaga marwah guru dan konsep keberkahan. Semoga bermanfaat..  

                                                             *Alumni Pondok Pesantren Mashlahatul Hidayah Errabu Bluto Sumenep

Posting Komentar

0 Komentar