Banner HIMA 2021

Identitas Moderasi Agama Pada Bangunan Masjid Jami' Kota Sumenep

 

Foto Masjid Jamik Kota Sumenep (Athena)

Oleh: Zidan Nuri Ghifary*

Sumenep merupakan salah satu kabupaten di provinsi Jawa Timur yang terletak di ujung timur pulau Madura. Kabupaten ini terkenal dengan potensi wisata sejarah yang keberadaannya masih terawat sampai sekarang. Salah satu diantaranya adalah Masjid Jami' Sumenep yang merupakan objek wisata religi sejarah andalan, memiliki banyak peninggalan sejarah, baik dalam aspek bangunan maupun non-bangunan, kaya akan nilai-nilai filosofis serta memiliki daya tersendiri bagi wisatawan dalam dan luar daerah.

Kabupaten Sumenep merupakan satu wilayah yang termasuk dalam daftar daerah diperhitungkan khususnya dalam kancah kebudayaan nusantara, karena di dalam kawasan kota Sumenep banyak terdapat situs-situs kebudayaan yang sampai saat ini masih terawat dan terus dilestarikan oleh pemerintah dan masyarakat setempat serta menjadi objek sejarah dan pariwisata.

Penjelasan di atas merupakan gambaran tentang kota Sumenep berikut situs-situs sejarah yang terdapat dan masih dilestarikan di dalamnya. Selanjutnya akan dijelaskan sekilas tentang makna moderasi secara prinsip serta kaitannya dengan konteks keberagamaan masyarakat Sumenep. Moderasi (moderation) memiliki arti sikap sedang atau sikap tidak berlebihan dalam menyikapi perbedaan. Kemudian dalam konteks agama, kata moderasi secara spesifik berarti kecenderungan bersikjap seorang umat agama dalam merespon perbedaan atau keragaman di sekitarnya. Keragaman tersebut secara khusus mengarah kepada perbedaan keyakinan atau keagamaan yang dianut.

Berangkat dari teori moderasi agama tersebut kemudian dijadikan sebagai landasan dalam mengkaji unsur kebudayaan masyakat Sumenep khususnya kada kebudayaan yang melekat pada salah satu icon besar kabupaten Sumenep yaitu Masjid Jami'. Beberapa aspek pada masjid tersebut akan dibahas kaitannya dengan muatan nilai moderasi agama dan budaya pada aspek desain arsitektur dan pewarnaannya. Sebab berangkat dari kerangka fisik bangunan tersebut secara sosiologis tentu juga akan berpengaruh terhadap tatanan sosial dan keberagamaan masyarakat setempat.

Sebagai sebuah kota yang terkenal dengan potensi wisata sejarah, Sumenep berkomitmen untuk terus menjaga dan melestarikan situs-situs peninggalan sejarah dan cagar buday adaerah serta kerukunan yang sedari dahulu dicontohkan pada masa kekeratonan masih dipegang teguh saat ini. 
Sistem keagamaan yang kuat tidak lantas mengurangi sikap moderasi beragama dalam kehidupan warga Sumenep. Hal ini sudah diajarkan sejak daru dulu oleh para keluarga keraton dan dilestarikan oleh tetua-tetua Sumenep sampai sekarang ini. Sebagai contoh konkret adanya moderasi beragama di Sumenep dapat kita lihat dan rasakan dari arsitektur Masjid Jami' yang terletak di pusat kota berseberangan dengan Taman Bunga Kota Sumenep.

Masjid Jami' Panembahan Somala alias Pangeran Natakusuma I atau lebih dikenal dengan sebutan Masjid Jami' Sumenep, merupakan salah satu bangunan 10 masjid tertua dan mempunyai gaya arsitektur yang khas di nusantara. Masjid ini dibangun pada masa pemerintahan pangeran Natakusuma I yang merupakan Adipati Sumenep ke-31 yang memerintah antara tahun 1762-1811, setelah pembangunan komplek keraton Sumenep. Pembangunan masjid tersebut dipercayakan kepada arsitek Lauw Pia Ngo, yang mendapat keahlian sebagai arsitek dari kakeknya Lauw Koen Thing, seorang imigran dari Cina yang tinggal di Batavia, yang kemudian datang ke Sumenep akibat terjadinya perang huru-hara Tionghwa di Semarang.

Sebagai seorang arsitek yang memahami budaya, Lauw Pie Ngo menyertakan unsur budaya lokal, yang disesuaikan pada lingkungan di masa itu. Hal ini bisa ditemukan pada pewarnaan yang mencolok pada pintu utama dan jendela yakni, 10 jendela dan 9 pintu yang besar-besar dengan ukiran bunga yang melambangkan khas kota Sumenep. Kolaborasi warna cerah dengan bangunan berkubah yang menjadi ciri khas gerbang masjid tempo dulu. Dominasi warna kuning, orange dan hijau tua, ditempatkan pada pintu gerbang, sementara bagian dalam masjid lebih menonjolkan warna hijau muda dan hijau tua terutama pada bagian pintu dan jendela.

Bila kita memasuki bagian dalam Masjid Jami', kita bisa melihat 2 pedang yang menggantung tepat di atas tempat imam. Pedang tersebut merupakan pedang dari Arab dan pedang dari Cina, namun sekarang ini pedang itu sudah tinggal satu yaitu pedang Arab dan pedang Cina-nya sudah hilang. Pada bagian dalam, kita juga bisa melihat lukisan-lukisan berwarna emas yang mencerminkan suatu kebesaran, keagungan dan juga berhubungan dengan martabat seseorang, hal ini dapat dihubungkan dengan kecenderungan sebagian masyarakat Madura yang bangga apabila mengenakan perhiasan dari emas.

Corak Cina dan Jawa disini tidak hanya pada bagian warna, namun sudut dinding gerbangnya pun  mengingatkan kita pada bangunan Cina kuno,  dengan adanya dinding-dinding masjid yang tebal. Sedangkan kesan arsitektur yang bergaya Jawa dapat dilihat dengan hadirnya kubah ala masjid di Jawa, berbentuk segitiga layaknya kubah Masjid Agung Demak yang dibangun di masa Sunan Kalijaga. Ukiran bergambar burung hong yang konon merupakan lambang kemegahan yang disakralkan oleh bangsa Cina juga bisa dilihat di Masjid Jami' ini.

Ukiran naga yang melambangkan keperkasaan dan juga beberapa ukiran bergambar bunga delima yang melambangkan kesuburan. Demikian pula pada pilihan warna merah dan hijau. Hal yang tak kalah menarik dari kompleks Masjid Jami' Sumenep ini adalah adanya gerbang megah sebelum masuk ke halaman masjid. Gerbang berlantai dua tersebut terletak pada sumbu kiblat, mengingatkan pada letak-letak klasik Cina, yang hal ini mungkin karena pengaruh dari arsiteknya yang keturunan Cina.

Pada lantai bawah gerbang mempunyai tiga ruang, di tengah terbuka seperti lorong tetapi pendek untuk masuk, dua kamar kembar masing-masing kiri dan kanan, sekilas kamar tersebut hanya sebuah tempat biasa namun jika diperhatikan dari dalam masjid dan kita cermati secara teliti akan nampak jelas bahwa kamar yang di sebelah kiri adalah tempat uang sedangkan kamar di bagian kanan adalah tempat keranda. Artinya secara struktur pemisahan dua kamar tersebut dapat dimaknai sebagai pemisahan dua urusan yang berbeda yaitu urusan duniawi dan urusan ukhrawi.

Kemudian atap kamar ini dapat digunakan untuk teras atas, masing-masing mempunyai tangga naik dari utara dan selatan. Dari depan atau arah timur dinding, tangga ini terlihat sebagai sayap dari gapura. Bentuk atap gapura seperti piramida bersisi empat, namun di ujungnya melengkung seperti klenteng, pada bentuk ini kembali terlihat unsur kebudayaan Cina. Bentuk dan hiasan gerbang ini merupakan campuran gaya Eropa, Hindu, dan Jawa yang terdiri dari garis-garis lengkung, lurus, geometris, dan molding.

Hadirnya bentuk arsitektur Masjid Jami' Sumenep juga merupakan pengejawantahan dari perpaduan antar etnis, dan juga agama yang merasuk ke dalam lubuk kehidupan sebagian masyarakat. Bentuk pembangunan masjid sebagai bentuk peribadatan sendiri juga tidak steril dari pengaruh di luar islam. Simbol lain adanya moderasi beragama di Sumenep juga bisa dilihat di desa pabien sebelah timur dari kota Sumenep, disana terdapat bangunan masjid, gereja, dan klenteng yang posisinya saling berdekatan dan juga berhadapan.

 Beberapa pembahasan di atas terkait desain arsitektur serta corak warna pada satu simbol besar Kota Sumenep yaitu Masjid Jami' yang secara prinsip dan filosofis sudah mengandung unsur-unsur keragaman, baik keragaman agama, budaya, suku serta ras masyarakat tertentu. Sehingga fakta tersebut menunjukkan sekaligus membuktikan bahwa di tengah masyarakat Sumenep kultur moderasi beragama serta berbudaya sudah terbentuk mulai sejak zaman keraton Sumenep.

Selain klaim adanya kultur moderasi beragama di kabupaten Sumenep didasarkan pada arsitektur Masjid Jami' yang sudah dibangun sejak puluhan silam. Klaim tersebut juga dapat didasarkan pada kenyataan tidak adanya kasus atau sejarah yang menunjukkan terjadinya kasus tertentu yang secara kongkrit dilatarbelakangi oleh agama, seperti kasus intoleransi atau kasus-kasus kekerasan atas dasar agama. 

Dalam konteks kota Sumenep, sikap moderasi beragama dalam kehidupan sehari-hari sudah dimulai sejak zaman kekeratonan. Hal itu bisa dibuktikan dengan adanya bangunan-bangunan yang bercorak akulturatif antar berbebagai agama dan suku, yaitu Cina, Eropa, Hindu dan Jawa. Masjid Jamik disini merupakan situs kebudayaan yang banyak mengkolaborasikan beberapa unsur karagaman dalam arsitektur bangunannya. Masyarakat yang mayoritas beragama islam dengan kultur keislaman yang sangat kental/kuat tidak menghalangi terbangunnya keberagamaan yang moderat. Dibangunnya Masjid Jami' kota Sumenep merupakan bukti adanya semangat dan harapan terhadap tatanan hidup dan keberagamaan masyarakat Sumenep yang moderat.

 

*Zidan Nuri Ghifary, Alumni Pondok Pesantren Mashlahatul Hidayah. Saat ini sedang studi lanjut di Program Studi Sosiologi Agama (smt:3) UIN Sunan Kalijaga dan aktif beroganisasi di Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Yogyakarta.

Posting Komentar

1 Komentar