Sumenep merupakan salah satu kabupaten
di provinsi Jawa Timur yang terletak di ujung timur pulau Madura. Kabupaten ini terkenal dengan
potensi wisata sejarah yang keberadaannya masih terawat sampai sekarang. Salah
satu diantaranya adalah Masjid Jami' Sumenep yang merupakan objek wisata religi
sejarah andalan, memiliki banyak peninggalan sejarah, baik dalam aspek bangunan maupun non-bangunan, kaya
akan nilai-nilai filosofis serta memiliki daya tersendiri bagi wisatawan dalam
dan luar daerah.
Kabupaten Sumenep merupakan satu
wilayah yang termasuk dalam
daftar daerah diperhitungkan khususnya dalam kancah kebudayaan nusantara,
karena di dalam
kawasan kota Sumenep banyak terdapat
situs-situs kebudayaan yang sampai saat ini masih terawat dan terus
dilestarikan oleh pemerintah dan masyarakat setempat serta menjadi objek sejarah
dan pariwisata.
Penjelasan di
atas merupakan gambaran tentang kota Sumenep berikut situs-situs sejarah yang
terdapat dan masih dilestarikan di dalamnya. Selanjutnya akan dijelaskan
sekilas tentang makna moderasi secara prinsip serta kaitannya dengan konteks
keberagamaan masyarakat Sumenep. Moderasi (moderation) memiliki arti sikap
sedang atau sikap tidak berlebihan dalam menyikapi perbedaan. Kemudian dalam
konteks agama, kata moderasi secara spesifik berarti kecenderungan bersikjap
seorang umat agama dalam merespon perbedaan atau keragaman di sekitarnya. Keragaman
tersebut secara khusus mengarah kepada perbedaan keyakinan atau keagamaan yang
dianut.
Berangkat dari
teori moderasi agama tersebut kemudian dijadikan sebagai landasan dalam
mengkaji unsur kebudayaan masyakat Sumenep khususnya kada kebudayaan yang
melekat pada salah satu icon besar
kabupaten Sumenep yaitu Masjid Jami'. Beberapa aspek pada masjid tersebut akan
dibahas kaitannya dengan muatan nilai moderasi agama dan budaya pada aspek desain
arsitektur dan pewarnaannya. Sebab berangkat dari kerangka fisik bangunan
tersebut secara sosiologis tentu juga akan berpengaruh terhadap tatanan sosial
dan keberagamaan masyarakat setempat.
Sebagai sebuah kota yang terkenal
dengan potensi wisata sejarah, Sumenep
berkomitmen untuk terus menjaga dan melestarikan situs-situs peninggalan sejarah dan cagar buday adaerah serta kerukunan yang sedari dahulu dicontohkan pada masa kekeratonan masih
dipegang teguh saat ini.
Sistem keagamaan yang kuat tidak lantas mengurangi sikap moderasi
beragama dalam kehidupan warga Sumenep. Hal ini
sudah diajarkan sejak daru dulu oleh para
keluarga keraton dan dilestarikan oleh tetua-tetua Sumenep sampai sekarang ini.
Sebagai contoh konkret adanya moderasi beragama di Sumenep dapat kita lihat dan
rasakan dari arsitektur Masjid Jami' yang terletak di pusat kota berseberangan
dengan Taman Bunga Kota Sumenep.
Masjid Jami' Panembahan Somala alias Pangeran
Natakusuma I atau lebih dikenal dengan sebutan Masjid Jami' Sumenep, merupakan salah satu bangunan
10 masjid tertua dan mempunyai gaya arsitektur yang khas di nusantara. Masjid
ini dibangun pada masa pemerintahan pangeran Natakusuma I yang merupakan Adipati Sumenep ke-31 yang memerintah antara tahun 1762-1811, setelah
pembangunan komplek keraton Sumenep.
Pembangunan masjid tersebut dipercayakan kepada arsitek Lauw Pia Ngo, yang
mendapat keahlian sebagai arsitek dari kakeknya Lauw Koen Thing, seorang imigran dari Cina yang tinggal di Batavia,
yang kemudian datang ke Sumenep akibat terjadinya perang huru-hara Tionghwa di Semarang.
Sebagai seorang arsitek yang memahami
budaya, Lauw Pie Ngo menyertakan unsur budaya lokal, yang disesuaikan pada
lingkungan di masa itu. Hal ini bisa ditemukan pada pewarnaan yang mencolok
pada pintu utama dan jendela yakni, 10 jendela dan 9 pintu yang besar-besar
dengan ukiran bunga yang melambangkan khas kota Sumenep. Kolaborasi warna cerah dengan bangunan
berkubah yang menjadi ciri khas gerbang masjid tempo dulu. Dominasi warna
kuning, orange dan hijau tua,
ditempatkan pada pintu gerbang, sementara bagian dalam masjid lebih menonjolkan
warna hijau muda dan hijau tua terutama pada bagian pintu dan jendela.
Bila kita memasuki bagian dalam Masjid
Jami', kita bisa melihat 2 pedang yang menggantung tepat di atas tempat imam.
Pedang tersebut merupakan pedang dari Arab dan pedang dari Cina, namun sekarang
ini pedang itu sudah tinggal satu yaitu pedang Arab dan pedang Cina-nya sudah hilang. Pada
bagian dalam, kita juga bisa melihat lukisan-lukisan berwarna emas yang
mencerminkan suatu kebesaran, keagungan dan juga berhubungan dengan martabat
seseorang, hal ini dapat dihubungkan dengan kecenderungan sebagian masyarakat Madura yang bangga
apabila mengenakan perhiasan dari emas.
Corak Cina dan Jawa disini tidak hanya
pada bagian warna, namun sudut dinding gerbangnya pun mengingatkan kita pada bangunan Cina
kuno, dengan adanya dinding-dinding
masjid yang tebal. Sedangkan kesan arsitektur yang bergaya Jawa dapat dilihat
dengan hadirnya kubah ala masjid di Jawa, berbentuk segitiga layaknya kubah Masjid
Agung Demak yang dibangun di masa Sunan Kalijaga. Ukiran bergambar burung hong
yang konon merupakan lambang kemegahan yang disakralkan oleh bangsa Cina juga bisa
dilihat di Masjid Jami' ini.
Ukiran naga yang melambangkan
keperkasaan dan juga beberapa ukiran bergambar bunga delima yang melambangkan
kesuburan. Demikian pula pada pilihan warna merah dan hijau. Hal yang tak kalah
menarik dari kompleks Masjid Jami' Sumenep ini adalah adanya gerbang megah sebelum
masuk ke halaman masjid. Gerbang berlantai dua tersebut terletak pada sumbu
kiblat, mengingatkan pada letak-letak klasik Cina, yang hal ini mungkin karena
pengaruh dari arsiteknya yang keturunan Cina.
Pada lantai bawah gerbang mempunyai
tiga ruang, di tengah terbuka seperti lorong tetapi pendek untuk masuk, dua
kamar kembar masing-masing kiri dan kanan, sekilas kamar tersebut hanya sebuah
tempat biasa namun jika diperhatikan dari dalam masjid dan kita cermati secara
teliti akan nampak jelas bahwa kamar yang di sebelah kiri adalah tempat uang
sedangkan kamar di bagian kanan adalah tempat keranda. Artinya secara
struktur pemisahan dua kamar tersebut dapat dimaknai sebagai pemisahan dua
urusan yang berbeda yaitu urusan duniawi dan urusan ukhrawi.
Kemudian atap kamar ini dapat digunakan untuk
teras atas, masing-masing mempunyai tangga naik dari utara dan selatan. Dari
depan atau arah timur dinding, tangga ini terlihat sebagai sayap dari gapura.
Bentuk atap gapura seperti piramida bersisi empat, namun di ujungnya melengkung
seperti klenteng, pada bentuk ini kembali terlihat unsur kebudayaan
Cina. Bentuk dan hiasan gerbang ini
merupakan campuran gaya Eropa, Hindu, dan
Jawa yang terdiri dari garis-garis lengkung, lurus, geometris, dan molding.
Hadirnya bentuk arsitektur Masjid
Jami' Sumenep juga merupakan pengejawantahan dari perpaduan antar etnis, dan
juga agama yang merasuk ke dalam lubuk kehidupan sebagian masyarakat. Bentuk
pembangunan masjid sebagai bentuk peribadatan sendiri juga tidak steril dari
pengaruh di luar islam. Simbol lain adanya moderasi beragama di Sumenep juga bisa dilihat di desa
pabien sebelah timur dari kota Sumenep, disana
terdapat bangunan masjid, gereja, dan klenteng yang posisinya saling berdekatan
dan juga berhadapan.
Beberapa pembahasan di atas terkait desain
arsitektur serta corak warna pada satu simbol besar Kota Sumenep yaitu Masjid
Jami' yang secara prinsip dan filosofis sudah mengandung unsur-unsur keragaman,
baik keragaman agama, budaya, suku serta ras masyarakat tertentu. Sehingga
fakta tersebut menunjukkan sekaligus membuktikan bahwa di tengah masyarakat
Sumenep kultur moderasi beragama serta berbudaya sudah terbentuk mulai sejak
zaman keraton Sumenep.
Selain klaim adanya kultur moderasi
beragama di kabupaten Sumenep didasarkan pada arsitektur Masjid Jami' yang
sudah dibangun sejak puluhan silam. Klaim tersebut juga dapat didasarkan pada
kenyataan tidak adanya kasus atau sejarah yang menunjukkan terjadinya kasus
tertentu yang secara kongkrit dilatarbelakangi oleh agama, seperti kasus
intoleransi atau kasus-kasus kekerasan atas dasar agama.
Dalam konteks kota Sumenep, sikap
moderasi beragama dalam kehidupan
sehari-hari sudah dimulai sejak zaman kekeratonan. Hal itu bisa dibuktikan dengan adanya
bangunan-bangunan yang bercorak akulturatif antar berbebagai agama dan
suku, yaitu Cina, Eropa, Hindu
dan Jawa. Masjid Jamik disini merupakan situs kebudayaan yang banyak
mengkolaborasikan beberapa unsur karagaman dalam arsitektur bangunannya. Masyarakat yang mayoritas beragama
islam dengan kultur
keislaman yang sangat kental/kuat tidak menghalangi terbangunnya keberagamaan yang moderat. Dibangunnya Masjid
Jami' kota Sumenep merupakan bukti adanya semangat dan harapan terhadap tatanan
hidup dan keberagamaan masyarakat Sumenep yang moderat.
*Zidan Nuri Ghifary, Alumni Pondok Pesantren Mashlahatul Hidayah. Saat ini sedang studi lanjut di Program Studi Sosiologi Agama (smt:3) UIN Sunan Kalijaga dan aktif beroganisasi di Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Yogyakarta.
1 Komentar
👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻
BalasHapus