Banner HIMA 2021

Santri; Agent of Promoting System

 

Foto; insists.id (istimewa)

Oleh: Lailul Ilham*

Setiap zaman memiliki model promosi tersendiri yang alamiah dan kontekstual dengan perkembangan saat itu. Aktivitas promosi dapat dikategorikan sebagai satu dari sekian kebutuhan dasar (basic need) manusia yaitu kebutuhan eksistensi sebagaimana menurut teoritisi Maslow dalam hierarki kebutuhan manusia. Misi utama kegiatan promosi sebagai branding terhadap individu atau instansi/lembaga tertentu, yang dilakukan dengan strategi terencana dan memanfaatkan aspek-aspek kemajuan (teknologi informasi) terkini.

Dalam perkembangannya, aktivitas promosi menjadi disiplin pengetahuan baru yang terlembagakan dalam instansi pendidikan dan pelatihan, yang dikenal dengan bidang marketing/pemasaran, baik di sekolah menengah kejuruan atau sekolah tinggi, yang secara khusus mempelajari wawasan promosi secara teoritis dan praksis. Kemudian melahirkan tenaga ahli, sarjana, atau agen promosi yang memiliki ijazah sebagai legalitas dari keahlinan yang dimiliki.

Lahirnya sarjana marketing yang secara kontinoe melakukan ekplorasi terhadap bidang keahliannya sehingga menemukan strategi-strategi promosi baru, yang lebih strategis dan adaptif dengan perkembangan zaman. Aktivitas promosi terus dilakukan untuk menjaga stabilitas dan keberlangsungan obyek yang dipromosikan. Selain itu, muncul juga peluang karir yang secara spesifik menerima sumber daya manusia dengan kualifikasi keterampilan marketing.

Kemudian dalam konteks pesantren, pesantren juga tidak luput dari kegiatan promosi tersebut. Mulanya pesantren dikenal sebagai lembaga pendidikan tradisional, dengan manajemen pendidikan dan sistem pengelolaan yang tradisional, bahkan mungkin dengan model promosi yang juga tradisional. Namun seiring perjalanan, pesantren mulai terbuka dan beradaptasi dengan berbagai perkembangan dan kemajuan zaman, sebagaimana lembaga pendidikan yang lain. Sehingga muncul manajemen pengelolaan dan desain pendidikan pesantren yang modern dan strategi promosi baru yang memanfaatkan media teknologi informasi terkini.

Keluar sejenak dari pakem pengetahuan promosi, namun tetap dalam konteks kajian kepesantrenan. Sebenarnya dalam pesantren telah terjadi proses promosi secara persuasif dan alamiah, yang mungkin terjadi diluar kesadaran masyarakat dan pesantren itu sendiri, dan agen dari aktivitas promosi tersebut adalah Santri (termasuk alumni). Bagaimana seorang santri menjadi agen promosi pesantren, tanpa memiliki pengetahuan dan keterampilan promosi (ansih), tanpa memiliki strategi khusus, bahkan tanpa kesadaran sekaligus?.

Agen promosi yang dimaksud adalah kaum santri yang mampu menunjukkan identitas kesantriannya di ruang domestik (pesantren dan keluarga) maupun di ruang publik (tengah masyarakat dan citra media sosial). Identitas kesantrian tersebut (setidaknya) merujuk pada beberapa karakter ideal yang mesti dimiliki seorang santri yaitu karakter kesopanan (akhlakul karimah) dan wawasan keagamaan (‘alim). Dua identitas tersebut yang membangun citra psositif terhadap personal santri dan pesantren sebagai lembaga pendidikannya.

Berangkat dari fenomena tersebut, maka wajar jika masyarakat berkeinginan besar memiliki seorang anak yang nyantri (santri) sehingga mereka berlomba-lomba mendaftarkan anaknya ke pondok pesantren, demi menggapai yang dicitakan. Perhatian dan ketertarikan publik merupakan bukti keberhasilan sebuah promosi, dalam kasus ini dapat dikatakan bahwa santri telah berhasil mempromosikan diri dan lembaganya dengan membangun citra positif di tengah masyarakat.    

Namun perlu juga disadari bahwa jika kita sepakat mengatakatan; perilaku positif santri dapat membangun citra pesantren, maka dalam waktu bersamaan kita juga harus sepakat bahwa; perilaku negatif santri akan mencemarkan nama baik pesantren. Sebab keduanya sama-sama memposisikan santri sebagai subyek dalam kerja promosi. Artinya jika terdapat santri yang berperilaku tidak sebagaimana santri atau menafikan identitas kesantrian, maka sesunggunya ia telah membangun citra pesantren yang negatif, sehingga akan berdampak pada penurunan tingkat perhatian dan ketertarikan masyarakat terhadap status santri dan lembaga pesantren itu sendiri. Sekian, semoga beranfaat.

*Alumni Pondok Pesantren Mashlahatul Hidayah (MASDA) 

Errabu Bluto Sumenep Jawa Timur

Posting Komentar

0 Komentar