Aku berdiri di
balkon rumahku, di samping jendela yang terbuka, yang menunjukkan jalan komplek
dan halaman besar rmahku. Yang ku lihat ada sebua mobil mewah memasuki halaman
rmahku yang disambut oleh kedua orang tuaku dengan senyum termanisnya. Di
abenar-benar datang bahkan bersama keluarganya.
Aku Kembali
menutup jendela dan duduk di atas tempat tidurku. Aku berpikir sejenak,
bagamana dia bisa datang untuk melamarku tanpa ta’aruf. Aku tau pernikahan
adalah ibadah namun aku belum siap untuk itu. Menikah saat aku mash menginjak
universitas menengah. Air mata yang aku tahan ini sudah tumpah tanpa seizinku.
“Sayang
sekarang kamu sudah dewasa, berarti sudah kewajiban papa untuk mencarikan calon
imam untukmu”
Papa mebelai
pucuk kepalaku dengan lembut.
“Tapi Pa.. Aifa
belum siap untuk itu, apalagi Aifa masih baru menginjak pertengahan kuliah”.
“Papa tahu itu
nak, tapi tak harus menunggu lulus bukan?, pernikahan tu adalah ibadah. Kamu
bisa kuliah kan, walaupun harus menikah”. Papa mengatur naasnya, “Papa bahagi
ajika kamu menerima lamaran itu. Papa merasa nyaman dan tenang jika kamu
dititipkan kepada anak sahabat papa. Jadi papa harap kamu menerimanya”.
Lanjutnya
Aku jad iingat
percakapan singkat kemarin malam, di ruang televisi bersama papa dan mama. Papa
bener-benar ingin mengharapkan aku menerimanya. Sedangkan aku merasakan bimbang
menerima atau menolaknya.
Ceklilk…
Aku melihat
siapa yang membuka pintu kamarku, aku harap itu adalah mama. Ternyata benar itu
mama. Mama tersenyum padauk, “kita ke bawah yang saying”, aku hanya mengangguk.
Mama menghampiriku, merangkul tanagnmu dan menggenggamnya lalu membawaku ke
bawah untuk ke ruang tamu.
###
Seseorang
berdiri di hadapanku, dia tersenyum nemampakkan jajaran giginya yang rapi. Aku
berusaha melihatnya dengan ragu, akupun terasenyum. Aku enatap mata indah itu,
aku tidak menemukan sedkitpun keraguan di sana. Tiba-tiba secara tidak sengaja
tatapan kami Bersatu menjadi senyuman, terlukis dari bibirnya. Aku merasa
pipiku memanas karena senyumannya, senyuman yang manis, manisnya berdosis.
“Orang tuamu
sudah menerima lamaranku, dan sekarang akumenunggu jawabanmu” ucapnya dengan
masih tersenyum
Aku menundukkan
kepalaku dalam. Menenangkan detak jantungku yang tak teratur dari tadi, sebelum
aku menjawabnya. Aku mengangkata wajahku dengan perlahan lalu tersenyum dengan
ragu.
Bismillah….
Aku mengangguk
bertanda bahwa aku meneriman lamarannyasemua yang ada di ruang tamu mengucap
syukur atas jawabanku tadi. Mama mendekatiku lalu memelukku dengan erat,
“semoga ini yang terbaik sayany” ucap mama dalam isak tangisannya.
Memang itu yang
aku harapkan, smeoga ini yang terbaik. Aku tak tau harus berbuat apa, sekarang
aku hanya bisa tersenyum dan menghapus air mata yang keluar tanpa seizinku. Air
mata Bahagia.
####
Aku duduk di
atas ayunan taman belakang rmahku, karena acara lamaran itu sudah selesai dari
tadi, hanya saja keluarga kami masih berkumpul untuk menetapkan hari pernikahan
aku dengan fahri tunanganku. Tapi aku pamit untuk menenagkan diri di taman
inisenyumanku terlukis saat aku ngat Kembali kejadian tadi. Dia benar-benar
membbuatku terpoesona dengan tatapan dan senyumannya.
“Tak bak
perempuan cantik d luar rumah. Apalgi cuaca d luar sangat dngin sekali”
Suara itu
mengagetkanku dari lamunan, aku menoleh kea rah pemili suara itu, lalu aku
tersenyum danmembiarkan di aduduk disampingku. Aku melihat dia duduk dan
tersenyum ke arahku, “ngapaian kesisni..?”, “adu Faa, kenapa haru snanya gitu
sih?”. Aku buru0buru perpaling dari tatapannya, agar di atak tau kalau aku sedang
gugup. “seharunya aku yang nanya sama kamu, kenapa kamu ada disini?, sendirian
lagi?”. Ucapnya lembut. Aku hany tersenyum tak enjawabnya, hening menyelimuti
kami berdua.
Dan pada
akhirnya d ammebuk ausara, “aku mencinamu aifa”, aku kaget dengan ucapannya,
lalu eihat ke arahnya ternuata adi amenatapku.
“apakah kamu juga mencintaiku?” lanjutnya lagi. Aku mentaur nafas
sebelum menjawab, “aku tidkaakan menerima lamaran ini, jia kau tidak
mencintamu.” Ucapku dengan menahan kegugupan.
Tiba-tiba dia
memelukku dengan erat dan menatakan sesuati yangt tak akan pernah aku lupakan
selamanya. “jadlah makmun yang bak untukku saying. Bersama kleuargakudan isnyaAllah
aku akan menjadi imam yang bak untukmu, menuju jalan rabbinya. Aku mencintamu
karena Allah; Aifa Azzahra Wulandari”.
“aku jga
mencintamu, smeoga tuhan meng-iyakannya”. Ucapanku dengan tersenyum Bahagia.
Ainur
Rohmah, asal Errabu Bluto. Santri kelas XI
(IPS) Mashlahatul Hidayah Errabu Bluto Sumenep.
0 Komentar