Banner HIMA 2021

Cerpen Ainur Rahman "Malaikat Takdirku"

 

foto: pxhere.com

Aku berdiri di balkon rumahku, di samping jendela yang terbuka, yang menunjukkan jalan komplek dan halaman besar rmahku. Yang ku lihat ada sebua mobil mewah memasuki halaman rmahku yang disambut oleh kedua orang tuaku dengan senyum termanisnya. Di abenar-benar datang bahkan bersama keluarganya.

Aku Kembali menutup jendela dan duduk di atas tempat tidurku. Aku berpikir sejenak, bagamana dia bisa datang untuk melamarku tanpa ta’aruf. Aku tau pernikahan adalah ibadah namun aku belum siap untuk itu. Menikah saat aku mash menginjak universitas menengah. Air mata yang aku tahan ini sudah tumpah tanpa seizinku.

“Sayang sekarang kamu sudah dewasa, berarti sudah kewajiban papa untuk mencarikan calon imam untukmu”

Papa mebelai pucuk kepalaku dengan lembut.

“Tapi Pa.. Aifa belum siap untuk itu, apalagi Aifa masih baru menginjak pertengahan kuliah”.

“Papa tahu itu nak, tapi tak harus menunggu lulus bukan?, pernikahan tu adalah ibadah. Kamu bisa kuliah kan, walaupun harus menikah”. Papa mengatur naasnya, “Papa bahagi ajika kamu menerima lamaran itu. Papa merasa nyaman dan tenang jika kamu dititipkan kepada anak sahabat papa. Jadi papa harap kamu menerimanya”. Lanjutnya

Aku jad iingat percakapan singkat kemarin malam, di ruang televisi bersama papa dan mama. Papa bener-benar ingin mengharapkan aku menerimanya. Sedangkan aku merasakan bimbang menerima atau menolaknya.

Ceklilk…

Aku melihat siapa yang membuka pintu kamarku, aku harap itu adalah mama. Ternyata benar itu mama. Mama tersenyum padauk, “kita ke bawah yang saying”, aku hanya mengangguk. Mama menghampiriku, merangkul tanagnmu dan menggenggamnya lalu membawaku ke bawah untuk ke ruang tamu.

###

Seseorang berdiri di hadapanku, dia tersenyum nemampakkan jajaran giginya yang rapi. Aku berusaha melihatnya dengan ragu, akupun terasenyum. Aku enatap mata indah itu, aku tidak menemukan sedkitpun keraguan di sana. Tiba-tiba secara tidak sengaja tatapan kami Bersatu menjadi senyuman, terlukis dari bibirnya. Aku merasa pipiku memanas karena senyumannya, senyuman yang manis, manisnya berdosis.

“Orang tuamu sudah menerima lamaranku, dan sekarang akumenunggu jawabanmu” ucapnya dengan masih tersenyum

Aku menundukkan kepalaku dalam. Menenangkan detak jantungku yang tak teratur dari tadi, sebelum aku menjawabnya. Aku mengangkata wajahku dengan perlahan lalu tersenyum dengan ragu.

Bismillah….

Aku mengangguk bertanda bahwa aku meneriman lamarannyasemua yang ada di ruang tamu mengucap syukur atas jawabanku tadi. Mama mendekatiku lalu memelukku dengan erat, “semoga ini yang terbaik sayany” ucap mama dalam isak tangisannya.

Memang itu yang aku harapkan, smeoga ini yang terbaik. Aku tak tau harus berbuat apa, sekarang aku hanya bisa tersenyum dan menghapus air mata yang keluar tanpa seizinku. Air mata Bahagia.

####

Aku duduk di atas ayunan taman belakang rmahku, karena acara lamaran itu sudah selesai dari tadi, hanya saja keluarga kami masih berkumpul untuk menetapkan hari pernikahan aku dengan fahri tunanganku. Tapi aku pamit untuk menenagkan diri di taman inisenyumanku terlukis saat aku ngat Kembali kejadian tadi. Dia benar-benar membbuatku terpoesona dengan tatapan dan senyumannya.

“Tak bak perempuan cantik d luar rumah. Apalgi cuaca d luar sangat dngin sekali”

Suara itu mengagetkanku dari lamunan, aku menoleh kea rah pemili suara itu, lalu aku tersenyum danmembiarkan di aduduk disampingku. Aku melihat dia duduk dan tersenyum ke arahku, “ngapaian kesisni..?”, “adu Faa, kenapa haru snanya gitu sih?”. Aku buru0buru perpaling dari tatapannya, agar di atak tau kalau aku sedang gugup. “seharunya aku yang nanya sama kamu, kenapa kamu ada disini?, sendirian lagi?”. Ucapnya lembut. Aku hany tersenyum tak enjawabnya, hening menyelimuti kami berdua.

Dan pada akhirnya d ammebuk ausara, “aku mencinamu aifa”, aku kaget dengan ucapannya, lalu eihat ke arahnya ternuata adi amenatapku.  “apakah kamu juga mencintaiku?” lanjutnya lagi. Aku mentaur nafas sebelum menjawab, “aku tidkaakan menerima lamaran ini, jia kau tidak mencintamu.” Ucapku dengan menahan kegugupan.

Tiba-tiba dia memelukku dengan erat dan menatakan sesuati yangt tak akan pernah aku lupakan selamanya. “jadlah makmun yang bak untukku saying. Bersama kleuargakudan isnyaAllah aku akan menjadi imam yang bak untukmu, menuju jalan rabbinya. Aku mencintamu karena Allah; Aifa Azzahra Wulandari”.

“aku jga mencintamu, smeoga tuhan meng-iyakannya”. Ucapanku dengan tersenyum Bahagia.

 

Ainur Rohmah, asal Errabu Bluto. Santri kelas XI (IPS) Mashlahatul Hidayah Errabu Bluto Sumenep.


Posting Komentar

0 Komentar